Femini.id – Kompleksitas Praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Indonesia hingga saat ini masih dikategorikan tinggi karena banyaknya tantangan yang perlu diatasi dalam memberantas praktik tersebut, seperti Indonesia menjadi negara asal, negara tujuan, dan negara transit perdagangan orang.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menekankan bahwa Pemerintah Indonesia mengutuk keras TPPO yang merupakan bentuk pelanggaran terburuk terhadap martabat dan hak asasi manusia.
“Praktik TPPO atau human trafficking merupakan bentuk pelanggaran atas martabat dan hak asasi manusia dimana konstitusi Indonesia sangat menghormati dan melindungi hak asasi manusia,” kata Bintang, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Bintang menuturkan, dalam TPPO, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan. Biasanya, mereka diperdagangkan menjadi tenaga kerja, dipaksa menikah atau dipaksa dalam prostitusi.
“Sementara itu, anak-anak kerap kali menjadi korban perdagangan melalu adopsi ilegal. Kerentanan yang dihadapi oleh perempuan dan anak merupakan buah dari ketidaksetaraan gender,” ujarnya.
Menurutnya, perempuan dan anak memiliki akses yang sangat terbatas terhadap sumber daya penting seperti informasi, pendidikan, tanah, dan kesempatan kerja, sehingga mengakibatkan kemiskinan.
“Simfoni PPA menunjukkan bahwa kasus TPPO perempuan dan anak menunjukkan peningkatan sekitar tiga kali lipat pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2019. Perlu digarisbawahi bahwa jumlah kasus dan korban TPPO, seperti halnya korban kekerasan, seperti fenomena gunung es, di mana jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan,” jelasnya.