Femini.id – Akses mudah yang ditawarkan oleh layanan pinjaman online kini semakin mengarah pada pokok permasalahan baru yang menggerus tatanan kehidupan, khususnya bagi perempuan.
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menyatakan, tidak sedikit perempuan terjerat dalam pinjaman online dan mengalami berbagai risiko dan lapisan kerentanan yang dirasakan ketika mengakses layanan tersebut.
“Perkembangan teknologi kini sangat pesat dan hampir merambah ke seluruh sektor kehidupan dan pembangunan, salah satunya di sektor perekonomian,” kata Deputi Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N. Rosalin, Kamis, 23 Maret 2023.
Mulai dari lembaga keuangan negara, perbankan, dan non perbankan telah menyediakan teknologi finansial (fintech) yang mempermudah kehidupan sehari-hari.
“Meskipun kita telah merasakan dampak positif dari perkembangan fintech, kita juga menghadapi ancaman negatif perkembangan fintech,” ujarnya.
Dampak negatif itulah yang menjadi dasar bagi Departemen Kriminologi Universitas Indonesia dan MicroSave Consulting (MSC) melakukan riset berbasis bukti guna memotret pengalamam perempuan pengguna pinjaman online.
Lenny mengungkapkan perkembangan fintech, terutama platform pinjaman online atau peer-to-peer lending (P2P) mengakibatkan kekhawatiran tersendiri pada masyarakat lantaran dapat merugikan secara material maupun nonmaterial.
Namun tetap saja, karena tuntutan kebutuhan mendesak yang menghantui kehidupan masyarakat, pinjaman online kerap menjadi pilihan tercepat dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan tanpa memerlukan jaminan dalam proses pencairan dana.
“Permintaan yang tinggi atas kredit cepat memicu munculnya banyak pinjaman online ilegal dengan bunga pengembalian yang cukup tinggi. Pada prakteknya, banyak masyarakat yang justru terlilit hutang dan korbannya sebagian besar adalah perempuan,” jelasnya.