Femini.id – Kasus anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum atau anak pelaku, kian marak tersebar di berbagai media elektronik.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan hal tersebut memprihatinkan dan menjadi peringatan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan terkait anak, sehingga diperlukan kolaborasi multisektoral, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media Massa, hingga masyarakat.
“Kasus anak yang berkonflik dengan hukum tentunya tidak terjadi secara instan, namun ada bermacam proses yang melatarbelakanginya, mulai dari faktor internal hingga eksternal. Sedikit banyak, kita sebagai orang dewasa turut andil dari menciptakan lingkungan yang mungkin saja tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak,” kata Bintang, Minggu, 16 April 2023.
Di samping itu, lanjutnya, saat ini anak-anak mendapat tantangan yang berbeda dengan generasi terdahulu, yaitu derasnya arus informasi dan globalisasi yang diterima, sehingga anak-anak mudah meniru norma dan nilai yang hadir melalui dunia maya tanpa diimbangi oleh kecakapan untuk menyaring informasi.
Pihaknya menambahkan, dampak negatif dari perkembangan pembangunan, membuat terjadinya kesenjangan antar kelas sehingga memaksa anak untuk mengikuti gaya hidup yang menjadi tren namun tidak diimbangi dengan kemampuan untuk memenuhinya sehingga tak jarang anak menempuhnya dengan cara yang melanggar hukum.
“Anak yang masih berada dalam fase perkembangan fisik, psikis, sosial, dan emosional umumnya masih belum dapat menimbang konsekuensi dari apa yang mereka lakukan,” ujarnya.
Hal tersebut juga ditambah dengan banyaknya beban psikologis yang berasal dari tuntutan lingkungan yang dapat mengakibatkan anak kesulitan menunjukkan empati pada orang lain. Apalagi jika mereka tidak menemukan role model yang ideal dan pengetahuan serta bimbingan yang memadai.
“Hal ini menyebabkan Kekerasan sulit dicegah, ditambah lagi dengan terbatasnya kegiatan positif atau kreatif yang dapat diakses anak khususnya remaja di daerah,” jelasnya.