Takengon: Sidang pembacaan putusan terhadap lima terdakwa kasus perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau sumatra di Pengadilan Negeri (PN) Takengon, Aceh Tengah, mengalami penundaan. Penundaan ini terjadi karena ketua majelis hakim yang memimpin persidangan berhalangan hadir.
Juru Bicara PN Takengon, Damecson Andripari Sagala, menjelaskan bahwa Ketua PN Takengon Rahma Novatiana yang juga merupakan ketua majelis hakim dalam perkara tersebut, sedang melaksanakan dinas ke Banda Aceh.
“Persidangan hari ini ditunda dan dijadwalkan ulang pada pekan depan,” ujar Damecson, Kamis, 21 Agustus 2025.
Rencananya, sidang yang digelar pada Kamis, 21 Agustus 2025 itu akan membacakan putusan akhir bagi kelima terdakwa. Namun, karena ketua majelis harus menghadiri rapat konstatering untuk perkara-perkara perdata di Pengadilan Tinggi Banda Aceh, agenda tersebut terpaksa ditunda.
“Persidangan ditunda karena ketua majelis hakim yang juga Ketua PN Takengon sedang dinas di Banda Aceh,” ujar Damecson.
Kelima terdakwa sebelumnya telah dituntut hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Tengah. Maskur dituntut hukuman paling berat, yakni enam tahun penjara. Sementara empat terdakwa lainnya, Santoso, Jaharuddin, Ruhman, dan Saprizal, masing-masing dituntut empat tahun penjara.
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut denda. Maskur dan Santoso dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Jaharuddin, Ruhman, dan Saprizal juga dituntut denda yang sama sebesar Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.
Mereka didakwa melanggar Pasal 40A Ayat (1) huruf e jo Pasal 21 Ayat (2) huruf b UU No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Kasus ini berawal pada 11 Maret 2025, ketika Jaharuddin, Ruhman, dan Saprizal memasang jerat di hutan Kampung Gewat, Aceh Tengah, untuk menangkap kijang atau rusa. Namun, seekor harimau justru terjerat dan ditemukan mati. Karena mendekati lebaran dan tidak memiliki uang, ketiganya lalu menguliti harimau tersebut dan menjual kulit serta bagian tubuhnya kepada Maskur seharga Rp 1 juta. Maskur kemudian ditangkap bersama Santoso saat akan melakukan transaksi jual beli pada 14 Maret 2025.