Femini.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa sekolah ramah anak dapat menjadi wadah sebagai pengimplementasian pada hak, kewajiban dan perlindungan anak.
“Sekolah ramah anak dapat jadi wadah sebagai pengimplementasian pada hak, kewajiban dan perlindungan anak,” kata Anggota KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, Kamis, 19 Mei 2022.
Margaret mengungkapkan, angka putus sekolah menyumbang angka perkawinan anak di Indonesia. Perlu dorongan agar anak-anak kembali sekolah dan menutup celah anak dalam situasi rentan tanpa pendidikan.
“Angka putus sekolah menyumbang angka perkawinan anak, maka kita mendorong agar anak-anak kembali sekolah dan menutup celah anak dalam situasi rentan tanpa pendidikan, mereka semua harus tetap bersekolah,” ujarnya.
Margaret mengatakan bahwa pencegahan perkawinan pada usia anak menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, sebab perkawinan anak dapat menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak.
“Yakni hak pendidikannya, hak bermain, hak kesehatan. Konsekuensinya, rancangan peraturan daerah perlu adanya berbagai terobosan strategi maupun sosialisasi mengenai bahaya perkawinan usia anak dan edukasi dalam menciptakan persiapan rumah tangga yang berkualitas,” jelasnya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”