Populer

Pentingnya Pemenuhan Hak Anak Dalam Proses Tumbuh Kembang

Banda Aceh: Setiap anak berhak atas kehidupan yang layak, perlindungan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri secara penuh. Hak-hak dasar anak di seluruh Indonesia, termasuk di Aceh, yang masih menghadapi tantangan serius terkait kekerasan.

Hak anak adalah hak asasi manusia yang melekat pada setiap individu di bawah 18 tahun, diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak (UNCRC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Hak-hak ini meliputi Hak untuk Hidup, Bertahan Hidup, dan Berkembang (termasuk kesehatan dan gizi), Hak Perlindungan (dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran), Hak Partisipasi (untuk didengarkan pendapatnya), dan Hak Pendidikan (atas pendidikan berkualitas).

Kepala dinas Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Meutia Juliana, menekankan urgensi perlindungan ini. “Anak-anak adalah individu yang rentan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Mereka membutuhkan perlindungan agar bisa tumbuh secara optimal,” ujar Tiara di Banda Aceh, Senin, 23 Juni 2025.

Meutia menambahkan bahwa perlindungan anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang fundamental. Setiap anak berhak hidup, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sehat. Dengan perlindungan yang baik, anak-anak akan berkembang menjadi individu yang produktif, kreatif, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Menurut Meutia, perlindungan terhadap hak anak ini juga mampu mencegah anak dari trauma masa kecil. Sebab, pengalaman buruk pada masa kanak-kanak dapat meninggalkan trauma mendalam yang berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka di masa depan.

“Anak-anak yang tidak menadapatkan haknya dimasa kecil kerap mengalami trauma, apalagi kalau tidak mendapatkan hak perlindungan atau yang alami kekerasan saat kecil,” terangnya.

“Perlindungan yang sangat diperlukan anak menjauhkan anak dari tindakan kekerasan dan juga kehadiran UPTD dan PPA juga sebagai upaya keterlibatan negara untuk melindungi anak,” tegasnya.

Di Aceh, komitmen perlindungan anak diperkuat dengan adanya Qanun No.11 Tahun 2008 yang secara khusus membahas perlindungan anak. Dalam qanun tersebut terdapat ayat-ayat yang menyebutkan masyarakat harus memerhatikan beberapa Perlindungan yang harus didapati anak yaitu perlindungan dari kekerasan baik fisik, seksual, maupun emosional.  Perlindungan dari penelantaran, perlindungan dari eksploitasi, perlindungan dari diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas serta hak untuk mendapatkan kesehatan.

“Kita juga punya lembaga pembelajaran untuk anak, kita juga ada Puspaga yang bertujuan mengelola parenting,” ujarnya.

Sementara itu, Meutia mengungkapkan, jika anak tidak mendapatkan perlindungan sejak dini maka banyak hal yang akan mengaganjal tumbuh kembang anak tersebut seperti adanya trauma psikologis, biasanya trauma ini akan didapati oleh anak -anak yang mengalami kekerasan saat sedari kecil. Sehingga hal ini bisa menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, dan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial.

Sebagai mekanisme pertahanan diri, anak-anak yang mengalami trauma seringkali menunjukkan perilaku menyimpang seperti agresivitas, penarikan diri, atau bahkan melakukan tindakan kriminal. Anak-anak yang mengalami kekerasan cenderung mengulangi siklus kekerasan tersebut pada generasi berikutnya, baik sebagai pelaku maupun korban.

” Untuk perlindungan anak  ini memang tantangannya semakin besar, dan modusnya juga semakin kompleks, dan juga masyarakat belum semua paham ” tambah Meutia.

Ia menjelaskan seperti halnya kasus yang baru-baru viral saat ini bagaimana memberikan disiplin positif terhadap anak dan hal ini merupakan salah satu upaya perlindungan agar anak tidak menjadi korban. “Itu tantangan yang harus kami hadapi,” keluhnya.

Menghadapi hal itu, Meutia mengungkapkan DP3A berkoordinasi sebab berbicara tentang perlindungan anak ini harus melibatkan semua stekholder agar membangun perlindungan terhadap anak. Untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi anak, diperlukan koordinasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Setiap pihak memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak.

Selain itu, Meutia mengungkapkan selain keluarga perlindungan anak ini bisa didapati dari berbagai kelompok mulai dari pihak Pemerintahan seperti PPPA, Dinas Sosial, hingga kepolisian. Atau Organisasi perlindungan anak, karena saat ini banyak LSM yang fokus pada perlindungan anak.

“Mereka menyediakan berbagai program untuk melindungi hak-hak anak, atau yang paling dekat seperti tetangga , pihak sekolah dan juga tokoh agama,” tutupnya.

Di tengah berbagai tantangan ini, pemerintah Aceh bersama lembaga swadaya masyarakat dan seluruh elemen masyarakat terus berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak. Berbagai program pencegahan dan penanganan kasus kekerasan anak terus digalakkan, mulai dari sosialisasi hak anak, penguatan kapasitas orang tua, hingga penyediaan layanan pengaduan dan pendampingan bagi korban.

- Advertisement -

Berita Terkait