Femini.id – Bohong sering dikaitkan dengan perbuatan yang negatif dan berdosa. Tentunya tak ada orang yang mau disebut pembohong. Namun, kenyataannya, kita semua pasti pernah melakukannya beberapa kali.
Orang-orang mengatakan bahwa ia terpaksa berdusta demu menghindari konflik atau situasi yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, mungkin kamu pernah berdusta hanya karena tidak ingin dimarahi oleh orang tua.
Situasi yang serupa bisa terjadi setelah kamu dewasa. Kamu mungkin saja berbohong tentang harga barang yang kamu beli agar tidak memicu pertengkaran dengan pasangan.
Terkadang, orang-orang berdusta untuk menjaga perasaan orang lain. Kamu mungkin akan berpura-pura menyukai masakan seorang teman walau sebenarnya kamu merasakan hal yang sebaliknya. Ini kamu lakukan agar teman tersebut tidak merasa sakit hati.
Namun, kebohongan juga bisa dilakukan dengan tujuan memanipulasi orang lain demi mendapatkan keuntungan. Mereka ingin mencoba mengendalikan situasi dan memberi pengaruh untuk mendapat reaksi yang diinginkan.
Ada kalanya, orang-orang ingin mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain atas sesuatu yang sebenarnya belum mereka miliki atau lakukan. Mereka pun berbohong mengenai pencapaian tersebut.
Mengapa seseorang berbohong berkali-kali?
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience menunjukkan bagaimana orang-orang tidak cukup melakukan kebohongan hanya satu kali.
Para ahli menyatakan bahwa kebiasaan berbohong tergantung dengan respons otak individu. Saat seseorang berdusta, maka bagian otak yang paling aktif dan bekerja ketika itu adalah amigdala. Amigdala merupakan area otak yang berperan penting dalam mengatur emosi, perilaku, serta motivasi seseorang.
Ketika orang berdusta untuk pertama kalinya, maka amigdala akan menolak perilaku yang dilakukan dengan menimbulkan respon emosi. Respons emosi ini dapat berupa rasa takut yang muncul ketika berkata bohong.
Namun jika ketakutan tersebut tidak terbukti, maka amigdala akan menerima perilaku itu dan kemudian tidak lagi mengeluarkan respon emosi. Inilah yang membuat seseorang berbohong lagi tanpa takut. Orang lain akan mengetahui kenyataannya.
Otak kita melawan ketika berbohong, tetapi beradaptasi.
Sebenarnya, tidak hanya hati nurani yang terusik, otak juga bisa melawan ketika kamu berbohong. Ketika kamu mengatakan kebohongan, fisikmu mulai mengalami perubahan, seperti detak jantung yang lebih cepat, berkeringat lebih banyak, bahkan hingan gemetaran.
Ini artinya otak merespons kebohongan yang kamu ucapkan sebelumnya. Kebohongan membuat otak melawannya dengan menimbulkan berbagai perubahan kondisi tubuh.
Namun jika kamu melakukannya berkali-kali, apalagi ketika kebohongan pertama berhasil, maka otak justru beradaptasi dengan kebohongan yang kamu lakukan. Otak mengira bahwa tidak masalah jika berbohong satu kali, sehingga otak akan beradaptasi dan lama kelamaan tidak ada lagi perubahan fungsi tubuh ketika kamu bohong.
Selain itu, hal tersebut menandakan bahwa respons emosionalmu terhadap kebohongan kian berkurang, sehingga pada akhirnya, kamu akan terus melakukan kebohongan.