Aceh: Ancaman kerusakan lingkungan memicu penolakan keras terhadap izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi seluas 2.319 hektare di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Koalisi Masyarakat Kuala Batee menegaskan bahwa aktivitas PT Abdya Mineral Prima mengancam sumber mata air vital dan melanggar peraturan tata ruang, sehingga harus dicabut.
“Lokasi tambang berada di kaki perbukitan yang menjadi sumber air utama bagi tujuh desa. Sungai-sungai di kawasan itu adalah sumber air petani, peternak, dan kebutuhan konsumsi warga,” kata Koordinator Aliansi Masyarakat Kuala Batee, Ibrahim, Sabtu, 18 Oktober 2025.
Pihaknya menilai penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi seluas 2.319 hektare yang diterbitkan untuk PT Abdya Mineral Prima di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) tidak sesuai dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 17 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2013–2033, yang secara tegas melarang kegiatan tambang di kawasan perbukitan dengan sumber mata air dan permukiman.
Ia juga menyoroti adanya dugaan permainan dalam proses rekomendasi teknis di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas ESDM Aceh, yang diduga tidak teliti dalam menelaah rekomendasi bupati. Akibatnya, izin dikeluarkan meski dokumen pendukung tidak sesuai dengan data awal.
“Perusahaan bahkan diduga memanipulasi data perizinan, termasuk luas wilayah dan daftar gampong dalam IUP. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
Ibrahim menambahkan, perjuangan masyarakat Kuala Batee bukan semata penolakan terhadap perusahaan, tetapi bentuk tanggung jawab menjaga lingkungan dan keselamatan warga.
“Kami akan terus melawan sampai PT Abdya Mineral Prima angkat kaki dari Kuala Batee,” pungkasnya.