Populer

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Banyak Dari Keluarga Yang Pengasuhannya Kurang Optimal

Femini.id – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum, banyak berangkat dari keluarga yang pengasuhannya kurang optimal, dan kurang kasih sayang. Hal ini merupakan akar permasalahan, karena menyebabkan kecerdasan emosional anak menjadi rapuh dan lemah sehingga anak cenderung melakukan kenakalan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, mengatakan dalam hal ini, anak-anak tersebut sebenarnya membutuhkan intervensi untuk pemulihan psikososialnya, begitu juga dengan keluarganya.

“Kami sangat berharap pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengoptimalkan layanan pengasuhan untuk keluarga, pengasuhan untuk keluarga tidak sebatas mengajarkan mereka tentang bagaimana parenting, bagaimana mengasuh anak, tetapi menyediakan ruang-ruang konseling yang bisa diakses oleh keluarga secara gratis dan dekat,” kata Dian, Kamis, 20 April 2023.

Pihaknya menerangkan, adanya Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) itu sudah baik sekali, tinggal bagaimana PUSPAGA bisa diperbanyak timnya, sehingga bisa masuk ke desa-desa atau kelurahan-kelurahan.

“Kemudian juga lingkungan pendidikan sendiri, ini sangat penting memengaruhi perilaku anak sejak dini, anak juga perlu didorong untuk ditingkatkan daya literasinya agar ketika ada pengaruh negatif, dia bisa mencerna dan menganalisa terlebih dahulu. Pengasuhan yang diterima anak tidak hanya di rumah saja, namun juga di satuan pendidikan,” ujarnya.

Sementara itu, Pemerhati dan Praktisi Pendidikan, Retno Listiyarti dan Santi, menyampaikan bahwa satuan pendidikan seharusnya membentuk karakter dan juga memanusiakan anak.

“Tenaga pendidikan dan kependidikan yang menerapkan disiplin dengan kekerasan dan penggunaan diksi negatif tidak mampu membantu anak memahami maksud pembelajaran di sekolah, justru berkontribusi melanggengkan kekerasan terhadap anak serta membentuk karakter anak yang rendah diri, bahkan depresi atau trauma mendalam,” ucap Retno.

Menurutnya, anak-anak yang diberikan disiplin dengan kekerasan dan tidak memanusiakan justru membuat anak trauma untuk ke sekolah dan sulit memahami pembelajaran.

“Kami di sekolah menerapkan diksi positif pada semua guru dan anak-anak yang kurang berprestasi justru yang dipilih untuk mengikuti berbagai perlombaan sebagai bentuk dorongan agar anak berani dan memahami manfaat proses belajar bagi dirinya,” jelasnya.

- Advertisement -

Berita Terkait