Login

Populer

Aceh Surga Megafauna Laut yang Terancam, Peran Peneliti dan Upaya Konservasi

Banda Aceh: Aceh, sebagai salah satu provinsi dengan keanekaragaman hayati laut, menjadi rumah bagi berbagai megafauna laut seperti paus, penyu, dugong, dan hiu. Namun, ancaman terhadap kelestariannya semakin meningkat, mulai dari perubahan iklim hingga aktivitas manusia.

Peneliti Megafauna di Aceh yang juga Wakil Dekan SDM dan Keuangan FKP USK, Prof. Dr. Nur Fadli, S, Pi., M. Sc mengatakan Aceh terletak di kawasan Indo-Malaya Archipelago (IMA), yang mencakup 25% keanekaragaman hayati dunia. Wilayah ini juga merupakan bagian dari segitiga terumbu karang, dengan lebih dari 32 spesies megafauna laut tercatat di perairan Aceh, termasuk lumba-lumba, hiu, penyu, dan dugong.

“Megafauna laut seperti paus dan penyu, menghadapi ancaman serius, mulai dari by catch (tangkapan sampingan), polusi, hingga perubahan iklim,” kata Nur Fadli dalam kuliah tamu yang di diselenggarakan oleh FKP USK dengan topik ‘Ekosistem Terpadu: Membangun Masa Depan Megafauna melalui Riset dan Kepedulian Laut, di Auditorium TDMRC USK, Selasa, 27 Mei 2025.

Fadli menjelaskan, peneliti berperan penting dalam pengumpulan data ilmiah, seperti identifikasi DNA hiu dan penyu. Teknologi environmental DNA (eDNA) kini digunakan untuk memantau keberadaan spesies tanpa harus menangkapnya secara fisik.

“Sejak 2009, kami tim peneliti telah mendata 14 spesies hiu dan pari di Aceh, dengan 10 di antaranya berstatus rentan (Vulnerable). Selain itu, empat jenis penyu laut, termasuk penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea), tercatat sering mendarat di pesisir Aceh,” ujarnya.

Kemudian, Pada 2015, seekor dugong (Dugong dugon) ditemukan di perairan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, sementara manta ray terpantau di Pulau Weh pada 2008. Kemudian, penelitian penyu di aceh 2014-2024, mengumpulkan data ilmiah, lokasi pendaratan penyu di Aceh, identifikasi souvenir penyu laut. Data ini menjadi dasar rekomendasi kebijakan konservasi.

“Perlunya edukasi publik, termasuk pelibatan mahasiswa dalam penelitian. Tak sekedar penelitan, kami juga terlibat dalam berbagai forum konservasi dan mendorong konservasi berbasis sains serta merekomendasi kebijakan,” jelasnya.

Di sisi lain, Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Madya Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, Kris Handoko, A.Pi.,MT  mengungkapkan, hewan-hewan besar ini juga rentan terdampar karena penyakit atau gangguan sonar kapal.

“BPSPL Padang memiliki protokol respon cepat untuk menangani hewan terdampar, mulai dari stabilisasi medis, relokasi, hingga rehabilitasi. Setiap kasus dikategorikan berdasarkan tingkat pembusukan (kode 1-5),” ujar Kris.

Kris mengungkapkan, Pada 2017, 10 paus sperma terdampar di Kabupaten Aceh Besar. Tim gabungan berhasil menyelamatkan 6 ekor, sementara 4 mati. Kemudian, pada 2021, seekor paus balin ditemukan dalam kondisi kerangka (Kode 5) dan dikuburkan setelah pengukuran biologis.

Selanjutnya, penanganagan paus terdampar Sabang 2024, penanganan hiu paus terdampar di Kabupaten Aceh Barat Daya 2024, penanganan hiu paus terdampar di Sumatera Barat 2024, dan penanganan paus terdampar di Kabupate  Simuelue 2025.

“Jumlah megafauna terdampar di Aceh 2020 hingga 2024 di wilayah kerja BPSPL Padang yakni total 11 mamalia, 8 paus, dan 2 penyu,” ungkapnya.

Kris menyampaikan, kendala utama dalam penanganan megafauna terdampar seperti akses lokasi terpencil, keterbatasan dana, alat medis khusus tenaga ahli dan koordinasi antarlembaga dan pengambilan keputusan cepat antar berbagai pemangku kepentingan sering menimbulkan tantangan.

Kris menekankan pentingnya pelatihan tenaga lokal untuk mempercepat respon penanganan megafauna terdampar tersebut. Oleh karena itu, pihaknya juga pernah melakukan pelatihan teknis penanganan mamalia terdampar first responder bagi masyarakat pesisir di Aceh.

“Kami  berharap bahwa masyarakat khsusunya nelayan dapat berperan aktif dengan melaporkan segera ketika ada kejadian megafauna atau mamalia terdampar di wilayahnya ke kantor Dinas Perikanan dan Kelautan setempat atau ke BPSPL di wilayah kerja Aceh,” jelasnya.

- Advertisement -

Berita Terkait